Judul artikel jurnal:
Perkembangan Teknologi Percetakan dan Kaitanya Dengan Islam
Alamat WEB/Link artikel
jurnal: http: //www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/01/28/102506-perkembangan-percetakan-di-dunia-islam
http://percetakan.co.id/sejarah-percetakan.html
direview oleh: NUR NISA
(411106217)
- Perkembangan
Percetakan Di Dunia
Pada
masa Dinasti Fatimiyah, percetakan mulai mengalami perkembangan. Menurut Dr
Geoffrey Roper, seorang konsultan perpustakaan yang bekerja dengan Institute
for the Study of Muslim Civilisations, London, Inggris, Gutenberg diakui
sebagai orang pertama yang menemukan mesin cetak. Namun, menurut Roper,
aktivitas mencetak, yaitu membuat sejumlah salinan dari sebuah teks dengan
memindahkannya dari satu permukaan ke permukaan lainnya, khususnya kertas, yang
telah berusia lebih tua dibandingkan penemuan mesin cetak Gutenberg.
Orang-orang
Cina telah melakukannya sekitar abad ke-4. Cetakan teks tertua yang diketahui berangka
tahun 868 Masehi, yaitu Diamond Sutra. Ini merupakan sebuah terjemahan teks
Buddha berbahasa Cina yang tersimpan di British Library. Namun, hal yang tak
banyak terekspos adalah sekitar 100 tahun kemudian, Arab Muslim juga memiliki
kemampuan mencetak teks. Termasuk, lembaran Alquran. Ini berawal dari langkah
Muslim untuk mempelajari kemampuan pembuatan kertas dari Cina.
Lalu,
umat Islam mengembangkan kemampuan itu di seluruh wilayah Islam. Hal ini memicu
tumbuh berkembangnya produksi manuskrip-manuskrip teks. Pada masa awal
perkembangan kekuasaan Islam, manuskrip tak dibuat secara massal dan tak pula
didistribusikan untuk masyarakat. Kala itu, manuskrip yang ada berisikan
penjelasan tentang shalat, doa-doa, intisari Alquran, dan asmaul husna yang sangat
dikenal oleh Muslim. Apa pun tingkat sosialnya, baik Muslim yang kaya, miskin,
terdidik, maupun berpendidikan rendah. Kemudian, baru pada kekuasaan Dinasti
Fatimiyah di Mesir, teknik cetak manuskrip di atas kertas berkembang. Mereka
mencetak manuskrip secara massal. Kemudian, manuskrip-manuskrip hasil cetakan
itu dibagikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sejumlah
cetakan manuskrip itu ditemukan para arkeolog saat dilakukan penggalian di
Fustat atau Kairo lama. Menurut Roper yang dikutip laman Muslimheritage,
cetakan manuskrip tersebut diyakini berasal dari abad ke-10. Cetakan manuskrip
sejenis ditemukan juga di sejumlah tempat lainnya di Mesir. Rope mengungkapkan,
iklim kering di Mesir telah membantu menyelamatkan manuskrip itu sehingga tak
membuatnya menjadi rusak.
Pada
periode kekuasaan Dinasti Mamluk, yang berlangsung pada abad ke-13 hingga abad
ke-16, ditemukan sejumlah cetakan tulisan Arab dengan beragam gaya, di
antaranya adalah Kufi. Perkembangan kegiatan percetakan di dunia Islam
berlangsung hingga 500 tahun. Sejumlah hasil cetak manuskrip yang dihasilkan di
dunia Islam masih bertahan. Paling tidak, ada 60 sampel manuskrip yang tersisa
dan tersebar di Eropa, museum dan perpustakaan di Amerika Serikat (AS), serta
ada di Mesir dalam jumlah yang tak diketahui secara pasti.
Ada
pula cetakan manuskrip yang berasal dari Afghanistan atau Iran. Terungkap pula
bahwa hanya sedikit referensi yang mengungkapkan alat percetakan yang digunakan
pada masa Islam. Referensi yang ada di antaranya adalah puisi-puisi Arab pada abad
ke-10 dan ke-14. Puisi itu menggambarkan
bahwa alat percetakan pada masa itu dibuat pada sebuah pelat yang diukir dengan
huruf-huruf. Ada pula yang mengungkapkan, alat percetakan dibuat pada blok kayu
dengan huruf-huruf seperti gaya huruf Cina.
Tak
diketahui pula, apakah kegiatan percetakan di dunia Islam memberikan pengaruh
pada aktivitas yang sama di Eropa. Tak ada bukti yang menunjukkan adanya
pengaruh itu. Namun, kemungkinan adanya pengaruh memang tak bisa dinafikan. Terutama,
cetakan manuskrip Eropa yang bergaya cetakan blok. Ada kemungkinan bahasa
Italia tarocchi memiliki arti kartu tarot, yang termasuk artefak awal cetak
blok di Eropa, berasal dari istilah Arab.
Namun,
memang harus diakui, ini merupakan teori spekulatif yang perlu dibuktikan lebih lanjut. Perlu banyak bukti
untuk mengambil kesimpulan terkait hal tersebut. Di sisi lain, ada fakta bahwa
percetakan buku dalam bahasa Arab muncul di Eropa, khususnya Italia. Percetakan ini dilakukan secara sporadis yang
berlangsung sebelum 1514 Masehi. Seorang dari Venezia yang bernama Gregorio de
Gregori menerbitkan buku berjudul Book of Hours atau Kitab Salat al-Sawa'i
untuk dikirimkan ke komunitas Kristen di Suriah.
Sayangnya,
cetakan huruf kurang bagus, bahkan hampir tak bisa dibaca. Bagaimanapun,
langkah Gregorio itu merupakan upaya yang berani untuk mencoba mencetak buku
dengan abjad Arab. Ada juga nama Robert Granjon, desainer dari Prancis yang terkait dengan
dunia percetakan.
Granjon
berusaha merancang alat percetakan seperti yang ada di dunia Islam. Ia berupaya
mencetak buku dalam bahasa Arab sebab saat itu buku-buku berbahasa Arab cukup
banyak diminati. Pada masa selanjutnya, Kardinal de Medici pun ikut berkecimpung
dalam bidang ini.
Medici
mencari seorang yang mahir berbahasa oriental untuk mengawasi operasi
percetakkan buku. Akhirnya, ia bertemu Giovan Battista Raimondi, seorang
filsuf, ahli matematika, dan ahli kimia. Hal terpenting, ia memiliki kompetensi
yang berkaitan dengan percetakan Arab. Selama
melancong ke Timur, Raimondi telah belajar bahasa Arab, Turki, dan Persia.
Selain itu, ia pun mengumpulkan tata bahasa dan kamus bahasa-bahasa tersebut.
Dia juga mempunyai pengalaman yang banyak dalam menerjemahkan buku-buku dari
bahasa Yunani dan bahasa Arab. Untuk
membuat percetakan bergaya Arab, Raimondi menyewa beberapa bangunan di Piazza
del Monte d'Oro di Roma. Dia memerintahkan para pegawaianya untuk mempersiapkan
tinta, kertas, dan bahan lain yang diperlukan.
Cetakan
teks-teks akhirnya dibuat melalui alat cetak yang bernama Domenico Basa. Buku
pertama yang berhasil dicetak adalah Precationum, yakni sebuah buku doa-doa
Arab Kristen. Mereka juga mencetak buku sejarah karya Abu al-Abbas Ahmad ibn
Khalil al-Salihi. Buku tersebut berjudul The Book of the Garden of the Wonders
of the World.
- Muteferrika dan Percetakan di Turki
Saat
masa kekuasaan Turki Utsmani, upaya untuk mewujudkan percetakan juga muncul.
Ada sebuah nama yang berkontribusi dalam terwujudnya kegiatan tersebut, yaitu
Ibrahim Muteferrika. Lelaki kelahiran 1647 Masehi ini merupakan seorang
prajurit, ilmuwan, diplomat, dan penulis. Kala
masih belia, ia menyaksikan kegagalan yang pernah dialami oleh tentara Turki di
suatu masa saat melakukan pengepungan di Vienna. Kemudian, ia menyadari bahwa
itu menjadi pertanda penurunan kekuatan militer Turki. Banyak hal yang
menyebabkan penurunan ini.
Namun,
Muteferrika menyimpulkan, perlu inovasi untuk meningkatkan kekuatan tentara
Turki. Termasuk, harus mengadopsi inovasi yang dilakukan oleh tentara Eropa.
Hal itu harus dilakukan. Jika tidak, tentara Turki tak akan mampu meningkatkan
kemampuannya.
Akibatnya,
tentara Turki tak akan memiliki daya untuk mempertahankan kekuasaan Turki.
Berpijak pada kenyataan itulah, ia memikirkan bagaimana membangun sebuah
percetakan. Tujuannya, menyebarkan ide-ide ilmiah tentang kekuatan militer. Dalam
pandangan Muteferrika, penyebaran ide itu harus dilakukan secara cepat dan
masif. Ia lalu mendorong penerjemahan teks-teks dari Eropa yang kemudian
dicetak secara massal. Sayangnya, konservatisme pemerintah Turki saat itu
menghadang ide Muteferrika.
Namun,
Muteferrika tak patah arang. Ia mencari dukungan dari karibnya, yaitu Chelebi
Mehmed Pasha Yirmisekiz, dan anaknya Sa'id yang pada 1721 baru kembali dari
misi diplomatik ke Paris. Keduanya memiliki pandangan maju dan dibalut keinginan
untuk melakukan perubahan. Mereka
juga mengagumi kemajuan yang terjadi di Paris, termasuk percetakan. Dengan
bantuan mereka, akhirnya Wazir Agung Ibrahim Pasha mendorong Muteferrika
membuat sebuah petisi kepada Sultan Ahmed III yang menjelaskan pentingnya
percetakan.
Muteferrika
pun memenuhinya. Ia membuat penjelasan perinci yang berjudul Wasilat al-Tiba'a
atau The Utility of Printing. Dalam pembukaannya, ia mengingatkan pentingnya
melestarikan hukum negara dan kesulitan untuk melakukannya. Menurut
Muteferrika, orang-orang kuno menuliskan dan mengabadikan hukum mereka pada
tablet atau menuliskannya pada lembaran kulit. Namun, tablet atau perangkat
lainnya yang digunakan untuk menuliskan hukum itu tak bisa selalu terlindungi.
Kekuasaan
negara juga tak selalu bisa melindunginya, terutama dalam suasana perang.
Muteferrika kemudian mencontohkan peristiwa penghancuran buku yang dilakukan
oleh Genghis Khan dan Hulagu Khan, para penakluk Mongol pada abad ke-12. Mereka
menghancurkan kekuasaan Dinasti Abbasiyah, membakar atau merusak semua karya
seni dan ilmu yang terdokumentasikan dalam bentuk buku. Saat Sultan Ahmed III
menerima petisi itu, ia mengonsultasikan hal itu kepada seorang mufti yang
bernama Shaikh Abd Allah. Sang
mufti yang ahli dalam hukum Islam itu memandang tak ada masalah usulan
pembangunan percetakan itu. Akhirnya, setelah mendapat jawaban dari sang mufti,
Sultan Ahmed III mengizinkan pendirian percetakan.
- Perkembangan Percetakan Moderen
Pada
akhir tahun 1900-an, kemajuan teknologi dan barang elektronik terus mengubah
industri percetakan. Letterpress menjadi kurang penting. Ia dipakai hanya untuk
beberapa surat kabar yang besar dan beberapa label dan percetakan bahan
pengepak, formulir bisnis, dan percetakan tugas.
Flexography
akhirnya menggantikan letterpress dalam percetakan surat kabar. Metode ini akan
terus bertumbuh dalam paket komersial dan pemublikasian buku. Reprography
menjadi lebih tersedia dan penggunaan luas prosesor kata dan penyaring gambar
(scanner) elektronik mengurangi biaya produksi percetakan.
Akhir-akhir
ini berkembang metode gravure, menggunakan elektromekanik dan laser pemahat
dari silinder berlapis plastik. Pengetsaan elektronbeam dan plat fotosensitif
juga menurunkan biaya pembuatan silinder. Sistem elektronik baru membuatnya
mungkin untuk membuat silinder percetakan langsung dari salinan asli tanpa film
atau operasi manual. Perkembangan ke depan dari tinta berbasis air akan lebih
jauh memotong biaya dan menghilangkan masalah polusi. Ini akan menjamin gravure
memiliki bagian yang lebih banyak lagi dalam pasar percetakan.
Perkembangan
kemajuan teknologi akan terus semakin cepat. Sekarang dunia berada dalam
pertengahan ledakan informasi, industri percetakan akan terus maju dan terus
merekam dan mendistribusikan informasi kedalam abad yang baru.